Wednesday, August 13, 2014

Lampu merah

Sering kali, kamu -juga aku terlihat sangat tergesa.
kita berada di jalanan yang penuh sesak dengan mobil-mobil konglomerat di belakang garis lampu merah.
Menanti-nanti waktu dan berebut meninggalkan masa lalu.
Kemudian beberapa meter setelahnya kamu sadar, di depanmu selalu ada lampu merah yang lain,
mereka menantimu.
Mereka tidak sepertimu, mereka hanya diam dan kamu selalu datang padanya.
Kali yang lain kamu mulai menggerutu karena harus berhenti dan kembali menunggu.
Bahkan mereka tidak bertanya padamu dimana letak permasalahan dari sesuatu yang kamu sebut menunggu?

Tak lama -tak pernah lama, asap asap knalpot akan berlomba-lomba mengasapi knalpot yang lainnya,
membuktikan siapa yang lebih kencang. berharap pohon-pohon trembesi di pinggir jalan mengagumi kecepatan.
dan lampu merah itu tetap tidak bertanya,
Kenapa kamu begitu berkeinginan untuk pergi sekali lagi?

Kamu tidak pernah tahu, lampu merah yang mana yang mencintaimu,
coba saja hitung detiknya, barangkali suatu saat terasa lebih cepat,
atau lebih lambat barang sedetik dua detik.
Mungkin mereka yang mencintaimu,
mengetahui kamu yang sedang tergesa,
atau ingin kamu singgah sedikit lebih lama.
tapi lampu merah tetap tidak akan bertanya,
Bersediakah kamu singgah lebih lama?

Dan tak ada yang lebih menyedihkan daripada menjadi lampu merah di sisi kiri jalan
sesekali tersenyumlah pada mereka,
mereka di pasung disana, lalu beberapa saat kemudian pak polisi tambun memberi tanda di bawahnya
"belok kiri jalan terus"
kamu tahu rasanya?
menjadi kekasih seseorang yang terus saja mencari tulang rusuk yang lain?
kira-kira begitu...
tapi lampu merah itu tak juga mau bertanya,
kenapa dia dipilih untuk menjadi tak terlihat?

Jika kamu masih saja membenci lampu merah,
Coba buka lemari ingatanmu, cari satu ingatan tentang kekasihmu.
barangkali kamu pernah menjadi sebuah lampu merah.




Cahya Bagus Mandalukita

Twitter Bird Gadget