Friday, November 8, 2013

Catatan Satu Bulan

Jika mampu, ingin kutitipkan jemariku padamu barang sewindu, membiarkan mereka belajar menari pada tuts pemahat senyum wajah ayumu. Jika berkenan, jadilah guru bagi mereka, didik mereka sekeras-kerasnya, hingga saat mereka kembali, kuberikan kewajiban baru pada mereka untuk menari menghiburku, bahkan aku taka akan menyesali sedikitpun bila akhirnya peletak rasa menggeleng untuk menyandingkanmu bersamaku.

Atau setidaknya biarkan saja kita terus bertatap punggung, ingin rasanya aku mampu menghilang agar dapat memandangmu tanpa kamu sadari,melihatmu sedang tersenyum tanpa perlu memikirkan apa yang kau terka terhadap otak kosongku saat tak lepas lekat mataku, saat aku tersenyum melihatmu yang tak mengerti sebab melengkungnya sunggingan itu, aku suka wajah bingungmu. Andai aku bisa melukis, tentu da vinci akan tertunduk malu dalam peristirahatannya karena telah membanggakan monalisa begitu hebat saat menandingkannya dengan senyumanmu. Yang aku tau, aku hanya kehilangan satu hal cantik yang akan terlewatkan jika aku mampu menghilang, melihatmu malu-malu saat aku tak berhenti memperhatikan lakumu, tapi biarkan saja, sepadan rasanya.

Belum berubah,aku masih takut jika matamu melihat mataku saat melihat matamu, sebenarnya aku takut untuk saling bertatap mata denganmu, bahkan lututku terasa sangat mencintai bumi, berat sekali rasanya untuk membuatnya tetap berdiri menopang kakiku. Entahlah, mungkin gugup, beberapa perihal kegugupanku rasanya sudah pernah kuceritakan, aku takut menjadi terlalu mengagumimu, hal yang paling ku khawatirkan hanya menjadi tidak memahami keinginan sebenarnya untuk berada di dekatmu. Tidak sekalipun aku menyangkal bahwa alasan yang salah bukan hal yang mustahil untuk berakhir bahagia, mungkin hanya otakku yang terlalu matematis. Tapi kalkulasi yang entah darimana itu menghasilkan presentase duka yang terlalu besar jika ketakutanku dikabulkan Tuhan.

 Selamat pagi, kita berpijak pada bumi yang sama,menikmati sejuk angin yang sama, bermain-main pada rintik hujan yang sama, juga tersenyum pada matahari pagi yang sama, entah kenapa kamu jauh lebih mudah untuk melenakan mata, mengunci bibir dan mengelukan lidah saat tubuh tanah ini berdiri di depanmu. Bersamamu, aku lebih suka menatap matamu dalam-dalam,dan menikmati semua misteri disana, aku lebih suka mendengarkanmu bercerita mengenai tuts piano,gesekan biola,atau sekedar melihatmu memeluk adik laki-lakimu, teduh rasanya.

Aku melakukan sesuatu yang aku sendiri tak mempunyai alasan untuk melakukannya, tindakan bodoh, yang aku yakini tak membuatmu mempunyai alasan untuk jatuh cinta karena kebodohanku itu, Aku hanya mencoba membuatmu tersenyum, juga mencuri sedikit ruangan pada memorimu untuk mengingatku. Biar saja mereka tak mengerti, rasanya aku tak cukup peduli.

Kamu tentu tak mengerti apa hubungan dari setiap paragraf yang kubuat kali ini. Tentu saja,setiap paragraf kubuat saat aku mengingatmu, dan analisismu sungguh sempurna, bukan hanya sekali waktu aku mengingatmu, Setelah catatan pada telepon pintarku menghilang bersama dengan raganya, kuputuskan untuk menuliskannya disini, tak lagi pada gadgetku itu. Aku tak ingin catatanku tentangmu menghilang kesekian kalinya, sebelum kawanan kecil pengingatmu yang tersisa ini ikut menghilang, Kumulai kembali, kutuliskan pada suatu tempat, tentang aku, duniaku, dan semua hal yang mengingatkanku, yang tak perlu ku kirimkan padamu.

kepadamu yang mendekam dalam imajinasiku.

Timika, Denpasar, Surabaya,Jakarta,
4 Oktober- 9 November 2013,

Cahya Bagus Mandalukita


Twitter Bird Gadget