Istriku sedang
ada tugas ke daerah lagi dan aku akan kesepian lagi sebulan ke depan. Malang
bagiku jadi lelaki rumah tangga. Sialnya, aku ini lelaki yang gampang tergoda
jika tidak ada kegiatan sepanjang hari. Kau tahu lah godaan macam apa, tidak
perlu kusebutkan. Biasa, Lelaki. Apalagi ini hari Sabtu, apalagi ada Alina, anak
Bik Ijah, yang sudah menggantikan pembantuku itu sejak sebulan yang lalu. Gadis ranum
di hari libur begini itu godaan hebat bagi laki-laki.
Jangan salah,
aku ini lelaki baik-baik. Tergoda bukan berarti aku akan berbuat dosa. Tapi kali
ini berbeda. Setan itu memang berengsek, waktu aku melewati kamar Alina,
gordennya yang merah muda sedikit terbuka. Hal paling berengseknya adalah Alina
sedang bercermin hanya menggunakan kutang dan celana dalam. Kutang yang
menutupi sesuatu yang baru ingin merekah. Aku terpaku beberapa saat. Sialan.
Jangan salah. Aku
ini lelaki baik, lho. Alina itu seumuran anakku. Kuketuk pintunya sekedar ingin
mengingatkan Alina yang sudah kuanggap anak bungsuku itu.
Tepat pada
ketukanku yang ketiga. Kau tahu Alina bilang apa? Kau tahu?
“Pintu tidak
kukunci tante sayang, tidak jadi keluar kota? Asal kali ini tidak berisik ya, suamimu
ada di ruang tamu.”
Aku terpaku lagi
beberapa saat.
***
*ditulis untuk meramaikan
Prompt #89 oleh Monday FlashFiction, jika ingin meramaikan silahkan berkunjung kemari.